Welcome to Bukittinggi

Rabu, 14 Oktober 2009

Kota Bukittinggi
www.bukittinggikota.go.id

Kota Bukittinggi adalah salah satu kota di Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 25,24 km² dan berpenduduk kurang lebih 100.000 jiwa. Dapat ditempuh dengan sekitar 2 jam perjalanan lewat darat (90 km) dari Kota Padang yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Barat. Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi yaitu Gunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago.

Kota yang merupakan kota kelahiran Proklamator RI - Bung Hatta ini, adalah sebuah kota budaya di Sumatera Barat dan terkenal dengan Jam Gadang, sebuah landmark di ketinggian jantung kota Bukittinggi berbentuk jam besar mirip Big Ben, yang merupakan simbol kota Bukittinggi.

Selain itu Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata berhawa sejuk, dan bersaudara (sister city) dengan Seremban dari Negeri Sembilan di Malaysia.

Bukittinggi merupakan salah satu daerah tujuan utama dalam bidang perdagangan di pulau Sumatera. Pusat perdagangan grosir untuk barang-barang konveksi kota Bukittinggi terletak di Pasar Aur Kuning. Sementara Pasar Ateh, Pasar Bawah, dan Pasar Lereng, yang terletak berdekatan dengan Jam Gadang, lebih merupakan pasar wisata yang dekat dan terkenal dengan kultur Budaya Minangkabau yang terkenal akan kerajinan tangan dan cinderamata (Jl. Minangkabau), dan wisata kuliner di Los Lambuang

Sejarah

Kota Bukittinggi mulai berdiri seiring dengan kedatangan Belanda yang kemudian mendirikan kubu pertahanan pada tahun 1825[4] pada masa perang Padri di salah satu bukit yang terdapat dalam kota ini, yang dikenal sebagai Benteng Fort de Kock, yang sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir yang berada di wilayah jajahannya. Kemudian pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah Stadsgemeente (kota)[5], dan juga berfungsi sebagai ibukota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam[6].

Pada masa pendudukan Jepang, kota Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand, dimana di kota ini merupakan tempat kedudukan komandan militer ke 25 Kenpeitai, dibawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji[7]. Dan kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit Batabuah. Dan sekarang nagari-nagari tersebut masuk kedalam wilayah Kabupaten Agam. Dan di kota ini tentara Jepang mendirikan pemancar radio terbesar untuk pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semangat rakyat untuk menunjang kepentingan Perang Asia Timur Raya versi Jepang[8].

Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, dimana pada tanggal 19 Desember 1948, kota ini ditunjuk sebagai ibukota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia ( PDRI ). Dan kemudian peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 18 Desember 2006[9][10].

Selanjutnya kota Bukittinggi juga pernah menjadi ibukota propinsi Sumatera dengan gubernurnya Mr. Tengku Muhammad Hasan.

Kota Bukittinggi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956[11] tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau sekarang.

Walaupun setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 sebagai dasar hukum baru pemerintahan daerah kota Bukittinggi namun dalam implementasinya sampai sekarang masih belum dapat dilaksanakan[12].

Geografi

Kota Bukittinggi dikelilingi tiga gunung berapi yaitu Gunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago, serta berada pada ketinggian 909 – 941 meter di atas permukaan laut. Kota ini juga berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1 – 24.9 °C. Sementara dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82.8% telah diperuntukan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.

Pemerintahan

Balai kota Bukittinggi

Batas wilayah pemerintahan kota ini dikelilingi oleh kabupaten Agam, dan pernah terjadi konfik antara kedua pemerintah daerah tersebut dalam sengketa wilayah[13]. Hal ini bermula setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 1999 tentang perubahan batas wilayah kota Bukittinggi dan kabupaten Agam, dimana dari peraturan pemerintah (PP) ini luas wilayah kota Bukittinggi bertambah menjadi 145.29,90 km²[14].

Namun seiring bergulirnya reformasi pemerintahan yang memberikan hak otonomi yang luas kepada kabupaten dan kota, muncul penolakan dari masyarakat kabupaten Agam atas perluasan dan pengembangan wilayah kota Bukittinggi. Bagi masyarakat kabupaten Agam yang masuk kedalam wilayah perluasan kota ini, merasa rugi karena dengan kembalinya penerapan model pemerintahan nagari lebih menjanjikan, dibandingkan berada dalam sistem kelurahan. Selain itu timbul asumsi, masyarakat kota yang telah heterogen juga dikhawatirkan akan memberikan dampak kepada tradisi adat dan kekayaan yang selama ini dimiliki oleh nagari.

Kependudukan

Kota ini merupakan kota yang terpadat di provinsi Sumatera Barat, dengan jumlah angkatan kerja 52.631 orang dan sekitar 3.845 orang diantaranya merupakan pengangguran[1]. Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa dan Batak

Pendidikan

Sejak zaman kolonialis Belanda, kota ini telah menjadi pusat pendidikan di pulau Sumatera[15], dimulai sejak tahun 1872, dengan berdirinya Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (sekolah guru untuk guru-guru bumiputera) atau dikenal juga dengan nama sekolah radja, yang selanjutnya berkembang menjadi volksschool atau sekolah rakyat. Kemudian pada tahun 1912 muncul Holandsch Inlandsche School (HIS), yang dilanjutkan dengan berdirinya Sekolah Pamong Opleiding School voor Inlandsch Ambtenaren (OSVIA) tahun 1918. Dan pada tahun 1926 juga telah berdiri MULO di kota Bukittinggi[16].

Dan pada masa awal kemerdekaan di kota ini pernah berdiri sekolah Polwan dan kadet serta sekolah Pamong Praja yang pertama di Indonesia, bahkan Universitas Andalas pertama kali berdiri berada di kota Bukittinggi[17].

Kesehatan

Kota Bukittinggi telah memiliki pelayanan kesehatan yang baik dimana di kota dengan luas relatif kecil ini telah memiliki 5 rumah sakit yaitu 3 buah milik pemerintah dan 2 swasta dengan didukung oleh 5 buah puskesmas dan 6 puskesmas keliling serta 15 puskesmas pembantu. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar merupakan rumah sakit milik pemerintah tipe B dengan keunggulan pelayanan untuk stroke[20][21].

Perhubungan

Kota Bukittinggi berada pada posisi strategis yang dapat terhubung dengan beberapa kota-kota lain termasuk kota-kota yang berada diluar provinsi Sumatera Barat, seperti kota Pekanbaru dan kota Medan, dan merupakan kota yang dilalui oleh jalur Trans Sumatera Tengah. Sebelumnya kota ini dilalui oleh jalur kereta api dari kota Payakumbuh menuju kota Padang, namun sekarang sudah tidak aktif lagi.

Kota ini memiliki terminal angkutan transportasi darat yang bernama Terminal Aur Kuning. Untuk transportasi dalam kota, tersedia sarana angkutan kota selain taksi berupa mikrolet dan bendi (kereta kuda).

Perekonomian

Dari sudut pandang ekonom bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi penduduk miskin, hal inilah yang mengenjot pemerintah kota Bukittinggi menelurkan beberapa program dalam mengentaskan kemiskinan diantaranya pelatihan peningkatan deversifikasi dalam bentuk pelatihan peningkatan keterampilan membordir dan pelatihan pembuatan kebaya, serta penumbuhan wirausaha baru[22]. Hal ini sangat menunjang untuk menjadikan kota Bukittinggi sebagai salah satu daerah tujuan utama dalam bidang perdagangan di pulau Sumatera. Selain luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu pilihan dalam meningkatkan pendapatan perkapita bagi kota ini.

Pusat perdagangan grosir untuk barang-barang konveksi kota Bukittinggi terletak di Pasar Aur Kuning. Sedangkan disekitar kawasan Jam Gadang terdapat juga beberapa pasar enceran seperti Pasar Ateh, Pasar Bawah dan Pasar Lereng, dimana disini juga menjual beberapa hasil kerajinan tangan dan cinderamata khas Minangkabau, selain itu untuk wisata kuliner banyak tersedia di Los Lambuang - Pasar Lereng.

Olahraga

Lapangan Olahraga Wirabraja

Masyarakat kota Bukittinggi sangat menyukai olahraga berkuda, dan setiap tahunnya kota ini mengadakan lomba pacu kuda di Bukit Ambacang, yang sudah diselenggarakan sejak tahun 1889[4].

Pariwisata

Pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu sektor andalan bagi kota Bukittinggi, banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki juga sebagai "kota wisata". Saat ini di kota Bukittinggi telah terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan[23]. Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara lain The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako, dan sebagainya.

Lembah Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktu Perang Dunia II yang disebut sebagai 'Lobang Jepang'.

Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museum kebudayaan Minangkabau, kebun binatang dan benteng Fort de Kock yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di kota Bukittinggi

Pasar Ateh berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di dalam Pasar Ateh yang selalu ramai terdapat banyak penjual kerajinan bordir dan makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat seperti Karupuak Sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, serta Karupuak Jangek (Kerupuk Kulit) yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau dan Karak Kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8. Dan pada saat ini juga telah dibangun pusat perbelanjaan modern di kota Bukittinggi.

Pers dan Media

Di kota ini terdapat beberapa stasiun pemancar radio sebagai sarana informasi dan hiburan diantaranya RRI Bukittinggi, Elsi FM[24], SK FM[25], GRC FM[26] dan sebagainya.

Catatan kaki

  1. ^ a b c sumbar.bps.go.id Jumlah Penduduk Kota Bukittinggi
  2. ^ bataviase.co.id Inilah Parijs van Sumatera (diakses pada 26 Juni 2010)
  3. ^ www.fab.utm.my Menuju Pelestarian Kawasan Pusaka Kota Bukittinggi (diakses pada 26 Juni 2010)
  4. ^ a b Asnan, Gusti, (2003), Kamus sejarah Minangkabau, Pusat Pengkajian Islam dan Minangkabau, ISBN 978-979-97407-0-0.
  5. ^ Sujamto, (1991), Cakrawala otonomi daerah, Sinar Grafika, ISBN 978-979-8061-17-2.
  6. ^ www.docstoc.com Pembangunan-infrastruktur kota Bukittinggi masa kolonial Belanda (diakses pada 29 Juni 2010)
  7. ^ Barbara Gifford Shimer & Guy Hobbs, (2010), The Kenpeitai in Java and Sumatra, Equinox Publishing, ISBN 978-602-8397-10-0.
  8. ^ Situs resmi pemerintah kota Bukittinggi
  9. ^ www.setneg.go.id Hari Bela Negara
  10. ^ Hakiem, Lukman, (2008), 100 tahun Mohammad Natsir: berdamai dengan sejarah, Penerbit Republika, ISBN 978-979-1102-31-5.
  11. ^ hukum.unsrat.ac.idUndang-undang Nomor 9 Tahun 1956 (diakses pada 29 Juni 2010)
  12. ^ www.pu.go.id Pemkot Bukittinggi Bertekad Menata Kembali Ruang Kota-nya (diakses pada 26 Juni 2010)
  13. ^ Haris, Syamsuddin, (2004), Desentralisasi dan otonomi daerah: Naskah akademik dan RUU usulan LIPI, Yayasan Obor Indonesia, ISBN 978-979-98014-1-8.
  14. ^ hukum.unsrat.ac.id Peraturan Pemerintah RI No. 84 Tahun 1999 (diakses pada 26 Juni 2010)
  15. ^ Abdullah, Taufik, (2009), Schools and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra (1927-1933), Equinox Publishing, ISBN 978-602-8397-50-6.
  16. ^ Azizah Etek, Mursyid A. M., Arfan B. R., (2008), Kelah sang demang Jahja Datoek Kajo: pidato otokritik di Volkstraad, 1927-1939, PT LKiS Pelangi Aksara, ISBN 978-979-1283-58-8.
  17. ^ www.bukittinggikota.go.id Pendidikan (diakses pada 11 Juli 2010)
  18. ^ nisn.jardiknas.org Rekap data
  19. ^ ban-pt.depdiknas.go.id Hasil Pencarian Akreditasi Program Studi (diakses pada 27 Juni 2010)
  20. ^ www.bukittinggikota.go.id Kesehatan (diakses pada 11 Juli 2010)
  21. ^ www.depkes.go.id Daftar rumah sakit (diakses pada 11 Juli 2010)
  22. ^ www.kabarindonesia.com Sang Pengentasan Kemiskinan ala Kota Bukittinggi (diakses pada 26 Juni 2010)
  23. ^ regionalinvestment.com Profil Kota Bukittinggi (diakses pada 26 Juni 2010)
  24. ^ www.elsifm.com Elsi FM (diakses pada 11 Juli 2010)
  25. ^ www.skfmbukittinggi.com SK FM (diakses pada 11 Juli 2010)
  26. ^ www.grcfmbukittinggi.com GRC FM (diakses pada 11 Juli 2010)
sumber: wikipedia bahasa Indonesia

0 komentar: